LARANGAN-LARANGAN IHRAM
Ketika kita dalam keadaan ihram, baik ihram haji maupun ihram umroh diharuskan untuk menjaga agar tidak melanggar larangan-larangan ihram
1. Larangan memakai kain
Larangan
memakai kain berjahit ini berbeda antara laki-laki dan perempuan serta
tergantung dengan situasi dan kondisinya, rinciannya:
a. Bagi
laki-laki dilarang menutup kepalanya sebagian atau seluruhnya dengan
kain yang berjahit atau tidak, juga dilarang memakai: imamah, Peci,
potongan kain, dan penutup kepala lainnya yang sejenis. Semuanya itu
harus dihindari kecuali dalam keadaan mendesak/darurat seperti untuk
pengobatan, atau karena kepanasan, atau kedinginan maka diperbolehkan memakainya tapi harus membayar fidyah.
Para
ulama madzhab Syafii membolehkan meletakkan barang bawaan diatas kepala
walaupun hal itu juga masih dipandang makruh dan diperbolehkan bernaung dibawah payung, rumah, kendaraan, kemah dan pohon.
Adapun
para ulama madzhab Hambali melarang untuk meletakan barang bawaan
diatas kepala kecuali Karena darurat dan ia harus membayar fidyah.
b. Bagi
laki-laki dilarang menutup bagian tubuh lainnya selain yang tertutupi
oleh dua lembar kain ihram. Oleh karena itu dilarang memakai: celana
panjang, jubah, kemeja, khuf (sarung kaki kulit), sandal yang menutupi
mata kaki, oleh karena itu dianjurkan bahkan diperintahkan oleh
Rosulullah untuk memakai sandal biasa yang terlihat mata kakinya.
Para
ulama madzhab Hanafi dan Maliki membolehkan memakai celana panjang
apabila tidak ada kain ihram untuk menutupi bagian bawah badannya, serta
diperbolehkan memakai sarung kaki kulit (khuf) dengan syarat dipotong
terlebih dahulu bagian bawah belakangnya sehingga nampak kedua mata
kakinya.
Dalil diperbolehkannya memakai celana panjang atau sarung kaki kulit dalam keadaan darurat adalah sebagai berikut:
سَمِعْتُ
النَّبِيَ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُخَطِبُ بِعَرَفَاتٍ يَقُولُ:
((مَنْ لَمْ يَجِدْ نَعْلَيْنِ فَلْيَلْبِسْ خُفَيْنِ، وَمَنْ لَمْ يَجِدْ
إِزَارًا فَلْيَلْبِسْ سَرَاوِيْلَ)) رواه متفق عليه
“saya
mendengar Nabi Saw. Berhutbah di Arafah, beliau bersabda: barang siapa
yang tidak mendapatkan sandal maka pakailah khuf (sarung kaki kulit),
dan yang tidak mendapatkan kain ihram maka pakailah celana panjang” (HR. Muttafakun Alaih)
Dalam
kondisi seperti ini para ulama madzhab Syafii dan Hambali tidak
mengharuskan membayar fidyah sedangkan para ulama madzhab Hanafi dan
Maliki mengharuskan membayar fidyah. Para ulama madzhab Hambali tidak
mengharuskan membayar fidyah beralasan karena dalam hadist tersebut
sahabat diperintahkan memakai celana panjang atau sarung kaki kulit dan
tidak diperintahkan harus membayar fidyah.
c. Para
ulama sepakat Bagi perempuan diharuskan menutupi kepala dan seluruh
badannya kecuali wajahnya, kedudukan wajah dalam ihramnya wanita sama
dengan kepala pada laki-laki, wanita dilarang menutup wajahnya,
sebagaimana laki-laki dilarang menutup kepalanya ketika ihram, sesuai dengan Hadist Rosulullah:
(( وَلاَ تَنْتَقِبُ المَرْأَةَ وَلاَ تَلْبِسُ القَفَازَيْنِ )) رواه البخاري ، وَقَوْلُهُ: ((إِحْرَامُ المَرْأَةِ فِي وَجْهِهَا)).
Para
wanita dilarang memakai penutup wajah dan sarung tangan (HR. Bukhari).
Dan Rosulullah bersabda: Ihramnya wanita itu pada wajahnya.
Para
ulama sepakat membolehkan wanita menutup wajahnya apabila dalam keadaan
darurat atau untuk menghindari pitnah ketika ada laki-laki asing lewat,
dan hal itu tidak harus membayar fidyah ( Fiqh Al-Islam Wa Adilatuhu,
III/2296).
عن
عائشة رضي الله عنها قالت: ((كَانَ الرَكِبَانِ يَمُرُو بِنَا وَنَحْنُ
مُحَرَمَاتٍ مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَإِذَا
حَاذَوْنَا سَدَلَتْ إِحْدَانَا جِلْبَابَهَا مِنْ رَأْسِهَا عَلَى
وَجْهِهَا، فَإِذَا جَاوَزْنَا كَشَفْنَاهُ)) رواه أبو دود والأثم.
Dari
Aisyah beliau menceritakan: ketika ada dua orang laki-laki yang menaiki
onta melewati kami yang sedang ihram bersama Rosulullah, ketika mereka
berada dihadapan kami salah seorang diantara kami menjulurkan kain
jilbabnya kewajahnya ketika mereka telah lewat kami membukanya)). (HR. Abu Dawud dan Al-Atsam).
2. Larangan berhias
Larangan
ini meliputi larangan memakai wangi-wangian baik pada badan maupun pada
kain yang dipakai, memotong bulu yang ada dibadan, memotong kuku, dan
hal-hal lainnya yang berkaitan dengan memperindah badan.
a. Larangan memakai minyak wangi
Para
ulama madzhab sepakat bahwa memakai minyak wangi itu dilarang termasuk
didalamnya minyak untuk rambut kepala, jenggot, dan angota badan
lainnya, meskipun minyak tersebut tidak memiliki bau wangi, karena
didalamnya ada unsur berhias, beralasan dengan hadist yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi bahwa yang berihram itu asy’ast wa agbar (tidak disisir dan berdebu). Apabila memakainya maka baginya fidyah.
Akan
tetapi para ulama mazdhab bersepakat membolehkan memakai minyak jika
ada alasan yang mengharuskan memakainya seperti untuk pengobatan dan ini
tidak mengharuskan membayar fidyah (Syarah al-Kabir: II/59-61, Fiqh
Al-Islam Wa Adilatuhu: III/2297).
b. Larangan Mencabut Bulu badan dan Memotong Kuku
Para ulama bersepakat bahwa memotong rambut dalam keadaan ihram itu dilarang berdasarkan firman Allah dalam surat al-Baqoroh ayat 196 yang artinya: janganlah kalian mencukur kepalamu sebelum korban sampai ditempat penyembelihannya.
Larangan ini meliputi larangan memotong kuku, mencabut bulu yang
dibadan; ketiak, kemaluan, jenggot, kumis serta bulu yang ada dibadan
lainnya.
Tapi
dalam keadaan darurat diperbolehkan untuk melakukan hal-hal tersebut
tapi harus membayar fidyah, adapun fidyahnya adalah sebagai berikut;
Para ulama madzhab Hanafi berpendapat bahwa apabila mencukur seperempat atau sepertiga kepala tanpa ada alasan maka baginya harus
membayar dam. Tapi kalau mencukurnya karena darurat maka baginya harus
memilih melakukan salah satu dari tiga denda, sesuai dengan firman
Allah:
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ مَرِيْضًا أَوْ بِهِ أَذًى مِّنْ رَأْسِهِ، فَفِدْيَةٌ مِنْ صِيَامٍ أَوْ صَدَقَةٍ أَوْ نُسُكٍ (البقرة:196).
Jika
diantara kalian sakit atau ada gangguan dikepalanya (kemudian ia
bercukur) maka wajib atasnya fidyah yaitu berpuasa atau bersedekah atau
berkorban.(Al-Baqoroh:196).
Tapi kalau kurang dari seperempat cukup membayar sodaqoh.
Apabila memotong kuku karena ada halangan maka dendanya adalah setengah sho’ (+
1 Setengah Kg.) makanan pokok untuk setiap jarinya, tapi kalau
memotongnya tanpa alasan karena ada halangan atau darurat maka dendanya
adalah seekor kambing.
Adapun
para ulama madzhab Maliki mereka berpendapat bahwa mencabut sehelai
rambut atau memotong satu jari kuku atau sepuluh rambut atau kuku
dendanya adalah satu hafnah (segenggam penuh kedua telapak
tangan) makanan pokok untuk setiap rambut atau kuku. Dan para ulama
madzhab Maliki juga berpendapat bahwa tercabutnya rambut karena
disebabkan wudu atau mandi itu tidak terkena denda.
Sedang para ulama madzhab Syafii berpendapat bahwa mencabut sehelai rambut dendanya adalah satu mud ( + setengah Kg.) makanan pokok, untuk dua helai rambut dendanya dua mud (+
1 Kg) makanan pokok. Apabila lebih dari dua helai rambut atau kuku maka
dendanya adalah fidyah penuh dengan memilih salah satu dari fidyah:
puasa 3 hari atau sodakoh atau menyembelih seekor kambing. Para ulama
madzhab Syafii juga berpedapat bagi yang mencukur rambut karena penyakit
atau karena halangan lainnya maka ia kena fidyah dengan memilih salah
satu dari tiga denda: puasa 3 hari atau sodaqoh dengan memberi makan 6
orang fakir miskin atau menyembelih seekor kambing.
3. Larangan yang berkaitan dengan pernikahan
Larangan
ini meliputi tiga hal: akad pernikahan dan hubungan suami istri serta
meminang adapun rinciannya adalah sebagai berikut;
Para
ulama bersepakat bahwa melakukan akad pernihanan dalam keadaan ihram
adalah dilarang, apabila dilakukan maka nikahnya tidak sah. Rosulullah
bersabda;
لاَ يَنْكِحُ المُحْرِمُ وَلاَ يُنْكَحُ، وَلاَ يَخْطُبُ رواه مسلم
Orang yang berihram dilarang melakukan pernikahan atau menikahkan, dan dilarang meMinang (HR. Muslim).
Para
ulama madzhab semuanya sepakat apabila melakukan hubungan suami istri
sebelum wukuf di Arafah maka hajinya rusak dan ia harus menyempurnakan
hajinya serta diharuskan menyembelih badanah (seekor onta berusia 5 tahun) dan ia juga harus mengkodonya langsung pada tahun berikutnya.
Jika
melakukan hubungan suami istri sebelum tahalul pertama tapi sudah wukuf
semua ulama madzhab sepakat kecuali madzhab Hanafi hajinya rusak dan
harus menyembelih seekor badanah dan menyempurnakan hajinya
serta wajib mengkodonya langsung pada tahun berikutnya. Tapi jika
melakukan hubungan suami istri setelah tahalul pertama hajinya tetap sah
tapi ia harus menyembelih seekor badanah.
Para ulama Hanafi berpendapat bahwa melakukan hubungan
suami istri sebelum tahalul pertama setelah wukuf hajinya tetap sah
beralasan karena rukun dasar haji adalah wukuf di Arafah sebagaimana
sabda Rosulullah saw.: haji adalah Arafah yaitu wukuf di Arafah. (fiqh Al-Islam Wa Adilatuhu: III/2307).
4. Larangan yang berkaitan dengan membunuh binatang
Orang yang dalam keadaan Ihram dilarang melakukan perburuan atau membantu berburu serta membunuh binatang buruan.
Dalilnya adalah firman Allah:
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan,
ketika kamu sedang ihram. Barang siapa diantara kamu membunuhnya dengan
sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang
dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil
diantara kamu sebagai hadyu yang dibawa sampai ka’bah…….(QS. Al-Maidah ; 95).
Tapi diperbolehkan berburu binatang laut Hal itu sesuai dengan firman Allah Swt:
أُحِلَّ
لَكُمْ صَيْدُ البَحْرِ وَطَعَامُهُ مَتَاعًا لَكُمْ وَلِلسَّيَّارَةِ،
وَحُرِّمَ عَلَيْكُمْ صَيْدُ البَرِّ مَادُمْتُمْ حُرُمًا (المائدة: 96).
Dihalalkan
bagi kalian binatang buruan laut dan makanlah (yang berasal) dari laut
sebagai makanan yang lezat bagi kalian dan bagi orang-orang yang dalam
perjalanan, dan diharamkan atas kalian (menangkap) binatang buruan darat
selama kalian dalam keadaan ihram. (Al-Maidah: 96).
Jumhur
Ulama membolehkan memotong hewan ternak seperti sapi, onta, kambing,
ayam serta diperbolehkan membunuh binatang berbahaya seperti singa,
srigala, ular, tikus, kalajengking, anjing liar. dan hal itu tidak
dikenakan denda.
Bahkan
Ulama Madzhab Hanafi membolehkan membunuh binatang seperti: serangga
tanah, nyamuk, semut, lalat, kutu binatang, lalat binatang, karena semua
itu tidak termasuk kedalam hewan buruan bahkan pada umumnya bisa
menyakiti badan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar