Selasa, 04 Juni 2013

MIQOT HAJI DAN UMROH



Mengenal Miqat
Dalam pelaksanaan ibadah haji atau umroh, ada istilah miqat yang terdiri dari:
1. Miqat Zamani (waktu)
Yaitu ketentuan waktu, yang mana pelaksanaan manasik haji tidak sah, kecuali pada waktu-waktu tersebut.[1]
 Allah telah menjelaskan mengenai hal ini dalam al-Qur’an dengan firman-Nya:
 mereka bertanya kepadamu tentang bulan sabit, katakanlah: ‘Bulan sabit itu adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah) haji..”(QS.Al-Baqarah: 189)
 Juga firman-Nya:
 “(musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi…” (QS.Al-Baqarah: 197)

Apakah yang dimaksud dengan “bulan-bulan yang dimaklumi” pada ayat diatas?
‘Abdullah bin ‘Umar RA berkata:
Bulan-bulan haji itu adalah Syawwal, Dzul Qa’dah dan sepuluh hari (pertama) bulan Dzulhijjah.”[2]

2. Miqat Makani (tempat)
Yaitu, tempat-tempat (tertentu) dimana seseorang yang akan melaksanakan ibadah haji atau umrah mengawali ihramnya  dari tempat tersebut.
Tempat-tempat tersebut telah ditentukan oleh Rosulullah SAW, sebagaimana dijelaskan oleh ‘Abdullah bin  Abbas RA, beliau berkata:
Bahwasanya Nabi SAW menentukan Dzul Hulaifah sebagai miqat penduduk Madinah, Juhfah sebagai miqat penduduk Syam, Qarnul Manazil sebagai miqat penduduk Najed, Yalamlam sebagai miqat penduduk Yaman, dan beliau bersabda: ‘Tempat-tempat itu adalah miqat bagi penduduknya dan bagi mereka yang datang ke sana dari penduduk (negeri lain) yang ingin melaksanakan haji dan umrah. Barang siapa tinggal (di lokasi yang letaknya lebih dekat ke Mekah daripada miqat-miqat itu), hingga penduduk Mekah pun (berihram) dari Mekah.”[3]

“Dari Aisyah, bahwasanya Nabi SAW menjadikan Dzatu ‘Irq sebagai miqat penduduk Irak.”[4]
Dengan demikian, kita ketahui beberapa miqat Makani yang telah ditentukan oleh Nabi SAW, yaitu:
1.    Dzul Hulaifah (Bir ‘Ali), miqat pendududk Madinah dan orang-orang yang mendatangi Madinah atau melewatinya. Jaraknya dari Mekah + 450 km.
2.    Juhfah, miqat penduduk Syam, Maroko, Mesir dan orang-orang yang melalui jalan mereka, sekarang terletak di kota Rabigh, jaraknya dari Mekah + 183 km.
3.    Qarnul Manazil, miqat penduduk Najed, dan orang-orang yang melalui jalan mereka. Namanya sekarang “as-Sailul Kabiir,” jaraknya + 75 km dari Mekah.
4.    Yalamlam, miqat penduduk Yaman dan orang-orang yang melewati jalan mereka. Namanya sekarang “as-Sa’diyyah,” jaraknya + 92 km dari Mekah.
5.    Dzatu Irqin, suatu tempat yang terletak di sebelah utara Mekah, berjarak + 94 km dari Mekah, merupakan miqat bagi jama'ah dari Iraq dan yang searah.[5]
Jama’ah yang ingin masuk kota Mekah untuk melaksanakan ibadah haji atau umrah, tidak diperkenankan melewati miqat-miqat tersebut tanpa berihram, apabila melewatinya tanpa berihram maka ia telah melanggar wajib umroh, oleh karenanya ia terkena denda dengan memotong seekor kambing.

Kementrian Agama RI. Berpendapat bahwa Bandara Jeddah Bisa dijadikan Miqot bagi jama’ah haji Indonesia hal ini berdasarkan:
1.    Keputusan komisi  fatwa MUI    tahun 1980 yang dikukuhkan tahun 1981
2.Pendapat Ibnu Hajar pengarang Kitab "Tuhfah" memfatwakan bahwa Jama'ah Haji yang datang dari arah Yaman boleh memulai ihram setelah tiba di Jeddah karena jarak Jeddah-Mekah sama dengan jarak Yalamlam-Mekah. An-Naswyili Mufti Mekah dan lain-lain sepakat dengan Ibnu Hajar.[6]
3.   Mazhab Hanafi dan Maliki berpendapat:  bagi  jemaah haji yang melewati dua miqat dapat memulai ihramnya dari miqat yang kedua tanpa membayar dam[7]. Dan kenyataannya jemaah haji Indonesia melalui  dua miqat / dua garis miqat  Yalamlam dan Jeddah .
4.    Fatwa Mahkamah Syar’iyah  negara Qatar tentang Jeddah  sebagai miqat
5.  Keputusan PBNU tahun 1994, Jeddah sebagai miqat dengan alasan bahwa pesawat haji indonesia tidak menuju  ke Mekah tetapi membelok  ke kiri dan ke kanan menuju Bandara KAIA Jeddah.
6.Kemaslahatan jama’ah Indonesia untuk menghindari masyaqqoh/kesulitan.

[1].  fiqhus sunnah  I/572
[2] .  Mukhtasharul Bukhari atsar  no. 331;(I/372).
[3].  HR. Al-Bukhari no. 1524 dan muslim no. 1182.
[4].  Dikeluarkan oleh Abu Dawud dan an-Nasa’i
[5].  Nubdzatut Tahqiiq: 29). Al-Mughni fii Fiqhil Hajj wal ‘Umrah: 62-63
[6]. Panah At-Thalibin:  II/ 303
[7]. Fiqh''ala al-Mazahib al-Arba''ah; 640

Tidak ada komentar:

Posting Komentar