Mengenal Miqat
Dalam pelaksanaan ibadah haji atau umroh, ada istilah miqat yang terdiri dari:
1. Miqat Zamani (waktu)
Yaitu ketentuan waktu, yang mana pelaksanaan manasik haji tidak sah, kecuali pada waktu-waktu tersebut.[1]
Allah telah menjelaskan mengenai hal ini dalam al-Qur’an dengan firman-Nya:
“mereka
bertanya kepadamu tentang bulan sabit, katakanlah: ‘Bulan sabit itu
adalah tanda-tanda waktu bagi manusia dan (bagi ibadah)
haji..”(QS.Al-Baqarah: 189)
Juga firman-Nya:
“(musim) haji adalah beberapa bulan yang dimaklumi…” (QS.Al-Baqarah: 197)
Apakah yang dimaksud dengan “bulan-bulan yang dimaklumi” pada ayat diatas?
‘Abdullah bin ‘Umar RA berkata:
2. Miqat Makani (tempat)
Yaitu, tempat-tempat (tertentu) dimana seseorang yang akan melaksanakan ibadah haji atau umrah mengawali ihramnya dari tempat tersebut.
Tempat-tempat tersebut telah ditentukan oleh Rosulullah SAW, sebagaimana dijelaskan oleh ‘Abdullah bin ‘Abbas RA, beliau berkata:
“Bahwasanya
Nabi SAW menentukan Dzul Hulaifah sebagai miqat penduduk Madinah,
Juhfah sebagai miqat penduduk Syam, Qarnul Manazil sebagai miqat
penduduk Najed, Yalamlam sebagai miqat penduduk Yaman, dan beliau
bersabda: ‘Tempat-tempat itu adalah miqat bagi penduduknya dan bagi
mereka yang datang ke sana dari penduduk (negeri lain) yang ingin
melaksanakan haji dan umrah. Barang siapa tinggal (di lokasi yang
letaknya lebih dekat ke Mekah daripada miqat-miqat itu), hingga penduduk
Mekah pun (berihram) dari Mekah.”[3]
Dengan demikian, kita ketahui beberapa miqat Makani yang telah ditentukan oleh Nabi SAW, yaitu:
1. Dzul Hulaifah (Bir ‘Ali), miqat pendududk Madinah dan orang-orang yang mendatangi Madinah atau melewatinya. Jaraknya dari Mekah + 450 km.
2. Juhfah,
miqat penduduk Syam, Maroko, Mesir dan orang-orang yang melalui jalan
mereka, sekarang terletak di kota Rabigh, jaraknya dari Mekah + 183 km.
3. Qarnul Manazil, miqat penduduk Najed, dan orang-orang yang melalui jalan mereka. Namanya sekarang “as-Sailul Kabiir,” jaraknya + 75 km dari Mekah.
4. Yalamlam, miqat penduduk Yaman dan orang-orang yang melewati jalan mereka. Namanya sekarang “as-Sa’diyyah,” jaraknya + 92 km dari Mekah.
5. Dzatu Irqin, suatu tempat yang terletak di sebelah utara Mekah, berjarak + 94 km dari Mekah, merupakan miqat bagi jama'ah dari Iraq dan yang searah.[5]
Jama’ah
yang ingin masuk kota Mekah untuk melaksanakan ibadah haji atau umrah,
tidak diperkenankan melewati miqat-miqat tersebut tanpa berihram,
apabila melewatinya tanpa berihram maka ia telah melanggar wajib umroh,
oleh karenanya ia terkena denda dengan memotong seekor kambing.
Kementrian Agama RI. Berpendapat bahwa Bandara Jeddah Bisa dijadikan Miqot bagi jama’ah haji Indonesia hal ini berdasarkan:
1. Keputusan komisi fatwa MUI tahun 1980 yang dikukuhkan tahun 1981
2.Pendapat
Ibnu Hajar pengarang Kitab "Tuhfah" memfatwakan bahwa Jama'ah Haji yang
datang dari arah Yaman boleh memulai ihram setelah tiba di Jeddah
karena jarak Jeddah-Mekah sama dengan jarak Yalamlam-Mekah. An-Naswyili
Mufti Mekah dan lain-lain sepakat dengan Ibnu Hajar.[6]
3. Mazhab Hanafi dan Maliki berpendapat: bagi jemaah haji yang melewati dua miqat dapat memulai ihramnya dari miqat yang kedua tanpa membayar dam[7]. Dan kenyataannya jemaah haji Indonesia melalui dua miqat / dua garis miqat Yalamlam dan Jeddah .
4. Fatwa Mahkamah Syar’iyah negara Qatar tentang Jeddah sebagai miqat
5. Keputusan PBNU tahun 1994, Jeddah sebagai miqat dengan alasan bahwa pesawat haji indonesia tidak menuju ke Mekah tetapi membelok ke kiri dan ke kanan menuju Bandara KAIA Jeddah.
6.Kemaslahatan jama’ah Indonesia untuk menghindari masyaqqoh/kesulitan.
[1]. fiqhus sunnah I/572
[7]. Fiqh''ala al-Mazahib al-Arba''ah; 640
Tidak ada komentar:
Posting Komentar