Masjid Nabawi dengan Kubah Hijau di Lokasi Makam Nabi
Tiga
masjid tertua di dunia akan diruntuhkan saat Pemerintah Arab Saudi
memulai proyek perluasan Masjid Nabawi yang bernilai milyaran dolar.
Renovasi dan perluasan Masjid Nabawi yang juga merupakan lokasi makam
Nabi Muhammad Saw. ini akan dimulai tidak lama lagi, yaitu ketika masa
ibadah haji berakhir dan semua jamaah sudah kembali ke tanah air
masing-masing, dalam beberapa hari ini. Proyek itu akan mengubah Masjid
Nabawi menjadi bangunan terbesar di dunia yang mampu menampung sekitar
1,6 juta jamaah.Sejumlah keprihatinan muncul mengiringi rencana
tersebut, karena dalam rancangannya beberapa situs bersejarah yang
penting akan terpaksa diratakan dengan tanah. Sebelum ini protes dan
kemarahan bermunculan karena sikap Kerajaan Saudi yang tak hirau pada
pelestarian warisan sejarah dan arkeologi dalam mengembangkan Kota Suci
Mekah. Perluasan Masjid Nabawi sendiri diarahkan ke bagian Barat, yang
menjadi lokasi makam Nabi dan dua sahabat Beliau, Abu Bakar dan Umar.Di bagian luar tembok Barat bangunan saat ini terdapat dua masjid yang didedikasikan untuk Abu Bakar dan Umar, juga Masjid Ghamama yang dibangun untuk menandai tempat Rasulullah memberikan khutbah Idhul Fitri pertamanya. Kerajaan Saudi telah mengumumkan mereka tak berencana mempertahankan atau memindahkan ketiga masjid yang berdiri sejak abad ke-7 itu. Mereka juga tidak berniat memerintahkan eksplorasi arkeologi sebelum ketiga bangunan yang sarat dengan struktur Era Ottoman itu diruntuhkan.
“Tak seorang pun bisa menyangkal bahwa kawasan Suci Madinah memang perlu perluasan, namun cara Pemerintah Saudi melakukannya sungguh mengkhawatirkan,” ujar Dr Irfan al-Alawi dari Islamic Heritage Research Foundation. “Mereka bisa memperluas (Masjid Nabawi) dengan menghindari lokasi situs-situs Islam kuno itu, atau dengan tetap mempertahankannya, namun mereka bersikukuh meruntuhkannya.” Dr Alawi sendiri sudah selama 10 tahun terakhir berusaha menunjukkan kepada dunia perusakan situs-situs bersejarah dari masa-masa Islam permulaan.
Mekah dan Madinah saat ini memang menanggung beban sekitar 12 juta jamaah setiap tahun—jumlah yang diperkirakan tumbuh hingga 17 juta pada 2025. Selama ini, Kerajaan Saudi memandang hak memutuskan segala sesuatu tentang Tempat Suci Islam itu mutlak berada di tangan mereka. Meskipun sudah menghabiskan miliaran dolar untuk ekspansi Mekah maupun Madinah, Pemerintah Saudi tampaknya masih memandang kedua kota suci itu menguntungkan untuk dikembangkan guna mendatangkan devisa bagi negara mereka yang secara keseluruhan hanya bergantung pada sumber minyak yang terbatas.
Para pendukung pelestarian bangunan bersejarah dan sejumlah warga lokal mencatat banyak sekali bagian bersejarah di Mekah dan Madinah yang dibuldozer dan diratakan dengan tanah untuk dijadikan mal, hotel, dan bangunan-bangunan pencakar langit yang gemerlap. Gulf Institute memperkirakan sekitar 95 persen bangunan berusia 1000 tahun di kedua kota itu telah musnah selama 20 tahun terakhir.
Di Mekah, Masjidil Haram, tempat paling suci bagi Umat Islam, di mana semua Muslim dipandang setara, kini didominasi Kompleks Jabal Umar, bangunan apartemen pencakar langit, hotel dan menara jam raksasa. Untuk membangunnya, Pemerintah Saudi merobohkan Benteng Ajyad dari era Ottoman dan mengikis habis perbukitan yang kini menjadi tempat berdiri bangunan itu. Situs-situs bersejarah lainnya pun lenyap, termasuk tempat lahir Nabi—kini menjadi perpustakaan—dan rumah istri Nabi, Khadijah, yang kini menjadi kawasan toilet umum.
Pemerintah Saudi selalu beralasan bahwa pengembangan yang mereka lakukan memang diperlukan. Mereka juga bersikeras telah membangun sejumlah besar hotel murah untuk jamaah yang kurang mampu—meskipun para pengkritik menyayangkan bahwa hotel-hotel murah ini biasanya berlokasi jauh dari tempat-tempat suci.
Hingga baru-baru ini, pembangunan kembali Madinah ditekan sedemikian rupa sehingga tidak segencar saat pengembangan Mekah, meskipun sejumlah situs Islam tetap menghilang. Dari tujuh masjid kuno yang dibangun untuk memperingati Perang Khandak—sebuah momen penting dalam sejarah pengembangan Islam—hanya dua saja yang masih berdiri. Sepuluh tahun lalu, sebuah masjid yang didirikan cucu Rasulullah diledakkan. Gambar-gambar peledakan itu, yang diambil dan diselundupkan diam-diam keluar Saudi, menunjukkan para polisi merayakan peruntuhan bangunan tersebut.
Pengabaian situs dan bangunan bersejarah Islam sebagian besar dilatarbelakangi oleh paham Wahabi, interpretasi tunggal dan tanpa kompromi atas Islam, yang menentang apa pun yang berpotensi mendorong umat Islam terhadap penyembahan berhala.
Di sebagian kawasan dunia Muslim, sejumlah bangunan suci dibangun, kunjungan ke makam juga umum dilakukan, namun kalangan Wahabi memandang kebiasaan tersebut sebagai haram. Polisi agama dengan ketat mencegah jamaah berdoa atau sekadar berkunjung di tempat-tempat yang ada hubungannya dengan sejarah Nabi, sementara para penguasa bekerja di balik layar mendorong penghancuran situs-situs bersejarah.
Dr Alawi mengkhawatirkan renovasi dan perluasan Masjid Nabawi akan menggeser fokus tempat itu menjauh dari makamNabi. Saat ini makam tersebut ditutupi dengan kubah hijau dan menjadi centerpiece dari masjid. Namun dalam rencana pembangunan yang baru, lokasi makam tersebut akan berada di sayap Timur masjid yang kelak berukuran delapan kali ukurannya sekarang dan dengan mihrab yang baru pula. Ada pula rencana menghilangkan satu bagian tertentu di tengah masjid yang sering disebut sebagai bagian dari Riyadh al-Jannah (Taman Surga), dan yang secara khusus dinyatakan Rasulullah sebagai suci.
“Pemerintah Saudi beralasan ingin membangun tempat yang dapat menampung 1,6 juta jamaah, namun sebenarnya mereka hanya ingin mengalihkan fokus dari makam Rasulullah,” demikian ujar Dr.Alawi.
Sebuah pamflet yang diterbitkan pada 2007 oleh Kementrian Islam—dan didukung oleh Mufti Agung Arab Saudi, Abdulaziz al Sheikh –menghimbau agar kubah hijau dirobohkan dan makam Rasulullah, Abu Bakar, dan Umar, dibuat datar setara tanah. Sheikh Ibn al-Uthaymeen, salah seorang ulama Wahabi terkemuka Abad 20, menyerukan hal yang sama.
“Sikap diam Muslim atas perusakan Mekah dan Madinah sungguh merugikan, sekaligus hipokrit,” demikian dinyatakan Dr Alawi. “Film yang baru-baru ini beredar tentang Rasulullah menuai protes dari Muslim seluruh dunia, namun ketika tempat lahir Nabi, tempatnya shalat dan mendirikan Islam, dihancurkan, tak ada protes terdengar.” (PN/ mizan.com/ The Independent)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar