Sabtu, 15 September 2012

Miqat Calon Jamaah Haji Indonesia Gelombang II


Bismillahirrohmanirrohim
Assalamu'alaikum warrohmatullohi wabarrokatuh, sodaraku semua,

***

Calon jamaah haji Indonesia yang berjumlah 211.000 orang diberangkatkan ke Tanah suci secara bertahap. Mereka terbagi menjadi dua gelombang pemberangkatan. Hingga saat ini awal nopember berarti pemberangkatan sudah memasuki gelombang kedua.


Gelombang pertama, langsung menuju Madinah untuk melakukan ziarah dan menjalankan rangkaian ibadah di Masjid Nabawi, setelah 4 hari mereka pindah menuju Mekah. Sedangkan calon jamaah haji gelombang II langsung menuju Mekah yang nantinya setelah seluruh rangkaian ibadah haji selesai, mereka juga melakukan ziarah ke Madinah.
 gambar dari google


Kalau memperhatikan dengan seksama, sebenarnya ada yang berbeda dari  keduanya. Pada gelombang I, dapat dipastikan seluruh calon jamaah haji mengenakan seragam yang sama yaitu jaket abu-abu, sedangkan pada gelombang II sebagian jamaah laki-laki sudah ada yang menggunakan pakaian ihram. Kenapa demikian?. Hal ini berkaitan dengan masalah Miqat.

Miqat Makani
Miqat makani merupakan batas tempat dimulainya menggunakan ihram dan berniat ihram menuju Mekah Al Mukaramah untuk melaksanakan Umrah ataupun Haji.  Tempat-tempat ini sudah ditentukan Rasulullah saw sebagaimana dalam hadist:
"Dari Ibn Abbas, bahwasanya Nabi Saw telah (menetapkan) miqat bagi penduduk Madinah, Dzal Hkulaifah, dan bagi penduduk Syam. Zulfah bagi penduduk Najd, Qarnal Mazanil bagi penduduk Yaman. Yalam-lam itu adalah tempat minat bagi orang yang berada disitu atau orang yang melewatinya. dari mereka yang hendak haji dan umrah dan orang yang berada dalam batas itu (miqatnya) dimana dia memulai hingga bgi ahli Mekkah (berihram dari Mekkah). (Mutafaqqun alaihi) 
Ada 5 tempat-tempat miqat
  1.    Zul Hulaifah, 450 km sebelah utara kota Mekah. merupakan daerah di Wadil Aqiq yang dikenal oleh orang Indonesia Bir Ali. Miqat untuk penduduk Madinah, termasuk calon jamaah haji gelombang I. 
  2.    Juhfah, 87 km sebelah barat laut Mekah. miqat bagi orang Syam, dan Mesir dan jamaah yang datang dari arah yang sama. 
  3.    Qarnul Manazil 94 km sebelah timur Mekah. merupakan Miqat bagi penduduk Najed dan jamaah yang datang dari arah yang sama. 
  4.    Yalamlam, 54 km sebelah selatan Mekah. Miqat bagi penduduk dari daerah Yaman dan jamaah yang datang dari arah yang sama. 
  5.    Dzatu Irg, 94 km sebelah timur laut mekah miqat bagi penduduk Iraq dan jamaah yang datang dari arah yang sama.
Pemberangkatan calon jamaah haji gelombang II sudah sejak lama menjadi polemik, karena sebagaian calon jamaah haji Indonesia ada yang mengambil miqat di Bandara King Abdul Aziz Jeddah, sementara sebagian ada yang memulai miqat dari Tanah air dan niat ihram dilakukan di dalam pesawat terbang.


Saya menemukan artikel yang menarik dan sangat komplit yang membahas masalah perbedaan masalah miqat untuk jamaah haji gelombang II, silahkan download disini
 
Artikel yang lain adalah penjelasan Uztad Ahmad Sarwat, Lc.,  
silahkan simak:




Namun ketika naik pesawat terbang, muncul sedikit masalah. Sebab bandara Jeddah sebagai satu-satunya bandara untuk jamaah haji, posisinya sudah berada di sebelah barat tanah haram. Sedangkan jamaah haji Indonesia, tentunya tidak datang dari arah barat melainkan dari tenggara. Jadi kalau mendarat di Jeddah, sudah melewati garis miqat. Dan ini terlarang karena setiap orang yang melewati garis miqat wajib berihram, kalau tujuannya semata-mata menuju ke ka''bah untuk haji atau ihram.


Sementara untuk berpakaian ihram sejak dari Indonesia, sebenarnya bisa saja dilakukan, namun jaraknya masih terlalu jauh. Kalau kita tarik garis lurus Jakarta Makkah di peta google earth, sekitar 9.000-an km jaraknya. Perjalanan ditempuh sekitar 8 s/d 10 jam penerbangan.


Oleh karena itu, Departemen Agama berupaya mencari pendapat-pendapat yang membolehkan jamaah haji bermiqat dari bandara Jeddah. Walaupun jumhur ulama tidak sepakat dengan hal itu, sebab hadits-hadits nabawi tentang ketentuan miqat itu sangat jelas, tegas dan sudah diakui oleh banyak ulama.


Namun ternyata pendapat yang membolehkan itu ada, walau pun kurang populer lagi. Di antaranya:
  1. Pendapat Ibnu Hajar pengarang Kitab "Tuhfah" memfatwakan bahwa Jama''ah Haji yang datang dari arah Yaman boleh memulai ihram setelah tiba di Jeddah karena jarak Jeddah-Makkah sama dengan jarak Yalamlam-Makkah. An-Naswyili Mufti Makkah dan lain-lain sepakat dengan Ibnu Hajar (Panah At''Tabilin, II, h. 303).
  2. Menurut mazhab Maliki dan Hanafi, jama''ah haji yang melakukan dua miqat memenuhi ihramnya dari miqat kedua tanpa membayar dam (Fiqh''ala al-Mazahib al-Arba''ah, ha1.640).
  3. Menurut Ibnu Hazm, jamaah haji yang tidak melalui salah satu miqat boleh ihram dari mana dia suka, baik di darat maupun di laut (Fiqh as-Sunnah, I, hal. 658). 
  4. Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) masih jadi stempel pesanan pemerintah, dalam hal ini Departemen Agama. Maka kalau kita perhatikan fatwa yang secara resmi dikeluarkan, memang menunjukkan ke arah bolehnya bermiqat dari bandara Jeddah buat Jamaah haji Indonesia.
FATWA MUI
Tercatat tiga kali MUI mengeluarkan fatwa tentang bolehnya berihram dari bandara Jeddah, yaitu tahun 1980, 1981 dan 2006. Berikut petikannya fatwa terakhirnya:


Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) dalam sidangnya hari Sabtu, 4 Mei 1996, setelah:
Membaca:
  1. Surat dari Ditjen Bimas Islam dan Urusan Haji Departemen Agama RI No.D/Hj.00/2246/1996, tanggal 26 April 1996 tentang usul perbaikan Fatwa MUI tentang ketentuan Miqat Makani bagi Jama''ah Haj i Indonesia.
  2. Surat dari H.H. Syukron Makmun tentang pendapat tertulis kepada Sidang Komisi yang berkenaan dengan masalah Miqat Makani tersebut.
  3. Pendapat AL-Marhum Syekh Yasin Al-Fadani.
Memperhatikan:
Pendapat, saran dan uraian yang disampaikan oleh para peserta sidang dalam pembahasan masalah tersebut.
Berpendapat:
  1. Karena Jama''ah Haj i Indonesia yang akan langsung ke Makkah tidak melalui salah satu dari Miqat Makani yang telah ditentukan Rasulullah, Komisi berpendapat bahwa masalah Miqat bagi mereka termasuk masalah ijtihadiyah.
  2. Mengukuhkan Keputusan Fatwa Komisi Fatwa tanggal 12 Jumadil Ula 1400 H/29 Maret 1980 tentang Miqat Makani bagi Jama''ah Haji Indonesia, yaitu Bandara Jenddah (King Abdul Aziz) bagi yang langsung ke Makkah dan Bir Ali bagi yang lebih dahulu ke Madinah.
  3. Dengan Fatwa tersebut di atas tidak berarti menambah miqat baru selain dari yang telah ditentukan Rasulullah SAW. Sebenarnya berihram dari Jeddah (Bandara King Abdul Aziz) dengan alasan-alasan, antara lain, sebagai berikut:
  1. Jarak antara Bandara King Abdul Aziz Jeddah dengan Makkah telah melampaui 2 (dua) marhalah. Kebolehan berihram dari jarak seperti itu termasuk hal yang telah disepakati oleh para ulama.
  2. Penggunaan mawaqit mansusah (dengan teori muhazah) menunjukkan bahwa pelaksanaan penggunaan miqat adalah masalah ijtihadi
Ditetapkan:
Jakarta, 16 Zulhijah 1416 H/04 Me] 1996 M
DEWAN PIMPINAN MAJELIS ULAMA INDONESIA
Ketua Sekretaris KH. HASAN BASRI DRS. H.A. NAZRI ADLANI
* * *


Fatwa MUI ini agak berbeda dengan umumnya pendapat para ulama tentang masalah miqat makani berdasarkan sabda Nabi SAW.
Miqat-miqat tersebut untuk orang setempat dan untuk orang-orang yang datang ke tempat itu yang bukan dari penduduk tempat tersebut bagi orang-orang yang ingin haji dan umrah. (HR Muttafaq ''alaih).


Adapun Jeddah; bukan miqat untuk pendatang, akan tetapi Jeddah adalah miqat untuk penduduk kota tersebut, dan untuk orang yang datang ke Jeddah yang tidak ingin haji atau umrah, kemudian timbul niat haji dan umrah (saat berada di Jeddah) lalu mulailah niat dari sana.


Sedangkan orang yang tinggal di sebelah Barat Jeddah misalnya Sudan, maka tergantung route perjalanan mereka, kalau memang dalam perjalanan mereka melewati miqat Al-Juhfah maka mereka harus mulai ihram jika sudah sampai di tempat yang sejajar dengan Al-Juhfah, adapun jika dalam route perjalanannya dia tidak melewati tempat yang sejajar dengan miqat sebelum Jeddah, maka ia boleh ihram dari Jeddah jika dia memang orang yang punya tujuan haji atau umrah.


Itulah ringkasan fatwa-fatwa ulama Hijaz termasuk Syeikh Bin Baz. Artinya, pandangan mengatakan bahwa bagi jamaah haji Indonesia miqatnya adalah bandara King Abdul Aziz Jeddah bukanlah pandangan yang kuat, meski memang ada yang mengatakan hal itu.


Bahkan Majelis Bahsul Masail Nahdhatul Ulama (NU) pun tidak sependapat dengan fatwa MUI ini. Dalam salah satu keputusannya, lembaga yang banyak mengurusi fatwa kontemporer di kalangan nahdhiyyin ini tidak membenarkan bandara Jeddah dijadikan miqat makani buat jamaah haji Indonesia.


Pada waktu yang sama, jika diperhatikan jamaah haji dari negara lain ketika turun dari pesawat di Bandara King Abdul Aziz, hampir semuanya sudah mengenakan pakaian ihram, artinya mereka sudah melakukan niat ihram di atas pesawat atau yang mendekati dengan garis miqat.

Kalaupun banyak jamaah yang tetap ingin mengambil miqat di Bandara King Abdul Aziz Jeddah, berarti harus mempersiapkan berihram mulai dari mandi sampai persiapan niat ihram. 
Masalahnya, kamar mandi yang disediakan untuk calon jamaah seringkali tidak sebanding dengan jumlah yang hendak menggunakana. Lagi pula kamar mandi di bandara ini kecil, dikhawatirkan kain ihram kita jatuh ke bawah yang bisa menyebabkan kotor bisa jadi najis, akan menjadi masalah baru kalau yang bersangkutan hanya membawa sepasang kain ihram.

Untuk calon jamaah haji yang ingin mengambil miqat di pesawat, cara persiapanya berikut:
  • Sebelum calon jamaah haji diberangkatkan dari tanah air, terlebih dahulu mandi keramas di Pemondokan Haji, dan sudah mengenakan pakaian ihram komplit. Khususnya bagi jamaah laki-laki mengenakan 2 lembar pakaian ihram. Atau bisa juga bagian bawah sudah mengenakan pakaian ihram, sedangkan bagian atas masih tetap menggunakan pakaian biasa dengan jaket abu-abunya. Namun di sini masih BELUM  menetapkan NIAT Ihram.
  • Di dalam pesawat, oleh karena perjalanan yang di tempuh sekitar 8 sampai 10 jam, maka kurang dari 1 jam pendaratan di situlah kita mulai menetapkan niat ihram. Sejak saat ini kita sudah mengenakan pakaian ihram lengkap dan sudah mengikuti semua larangan-larangan yang harus dijalankan. Terus menerus berTalbiyah dengan suara pelan (kan masih di dalam pesawat). Talbiyah ini terus dilakukan sampai jamaah melakukan thawaf qudum di Kabah. 
Terakhir, semua kembali pada calon jamaah masing-masing bagaimana menyikapi perbedaan pandangan tentang miqat gelombang II. Namun ada baiknya sebelum memutuskan, calon jamaah mengetahui alasan-alasan dan dasar penentuan miqat. Pemaahanan dan manasik haji yang baik dan benar, Insya Allah akan memberikan kenyamanan kita dalam menjalankan semua sunah, rukun dan kewajiban haji. Dengan niat yang tulus semata mencari ridha Allah dan dengan pengetahuan manasik yang baik, semoga mengantarkan calon jamaah haji menjadi haji yang Mabrur. Amiin


seperti biasa tak lupa saya mendoakan agar kita semua dimudahkan dalam segala urusan di dunia dan akherat amin. 
Wallahu a`lam bish-shawab, 
semoga bermanfaat
wassalamu `alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
 
dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar